Beragam Cerita Rakyat dari Riau, namun sampai kini hanya segelintir yang masih terawat, diceritakan melalui buku-buku. Cerita pengantar tidurpun berubah dari cerita si Bujang menjadi Cerita Sepatu kaca. Cukup berbangga beberapa cerita Rakyat Riau ada sebagian yang masih terawat seperti, Putri Tujuh Cerita Rakyat Dari Dumai, Riau. Berikut ini saya mencoba merepost Cerita Rakyat dari Indragiri tepatnya Desa Keritang. Kemaren sempat pula saya posting tentang Sejarah Kerajaan Keritang. Berikut Ceritanya. Semoga Bermanfaat.
Pendam Tujuh, Cerita Rakyat Desa Keritang Hulu Kecamatan Kemuning. Cerita ini didapatkan penulis berdasarkan penelusuran di Desa Keritang Hulu Kecamatan Kemuning Kabupaten Indragiri Hilir. Sebuah mitos yang diyakini oleh penduduk asli Desa Keritang Hulu Kecamatan Kemuning pernah terjadi dan mencoba dihubung-hubungkan dengan sebuah kerajaan yang pernah mencapai kejayaannya di Semenanjung Melayu. Kisah dramatis tentang Kepala Kampung, Raja, Upeti, Hubungan Daerah yang di pertuan hingga Perselingkuhan yang harus memakan korban.
Inilah cerita selengkapnya:
Pada masa kekuasaan Melaka masih berjaya dan Keritang berada di bawah takluknya, secara berkala Keritang mengantarkan upeti ke kerajaan Melaka. Apalagi sebagaimana diketahui potensi hasil bumi yang dimiliki Keritang sangat membantu Melaka dalam meningkatkan intensitas perdagangannya. Jambi dan sekitarnya pada waktu itu penghasil lada terbesar di pantai Timur Sumatera, Keritang merupakan lumbung padi. Sedangkan Melaka baru muncul sebagai bandar perdagangan besar di Asia. Bandar yang dibangun itu menampung dan mengekspor kembali barang-barang dari Asia Tenggara dan Asia Timur ke Eropa melalui India dan Teluk Persia.
Pada saat Keritang masih berada di bawah kekuasaan Melaka inilah terjadi peristiwa tragis, terbunuhnya tujuh orang wanita yang dikubur hidup-hidup dan diberi bekal masing-masing hanya sebilah pisau tembaga. Penguburan hidup-hidup ini atas perintah penguasa Keritang ---penguasa kampung pada saat itu seorang wanita. Penguasa kampung ini lebih dikenal dengan nama Batin, nama penguasa kampung adalah Batin Betina--- sebagai hukuman atas perbuatan tujuh orang wanita yang menyebarkan aib kehamilannya kepada masyarakat banyak.
Ceritanya berawal dari sering bepergiannya Batin Betina ke Melaka untuk mengantarkan upeti kepada penguasa Melaka, sebagai bukti tunduk dan patuh di bawah takluk kerajaan Melaka. Karena seringnya bepergian ke Melaka, tak lama Batin Betina hamil. Padahal Batin Betina belum memiliki seorang suami.
Sebagai sesama wanita, beberapa warga kampung wanita tanda-tanda kehamilan mudah diketahui. Sehingga dengan mudahlah ditebak bahwa Batin Betina ada ”main’’ dengan seseorang yang membuatnya hamil. Informasi tentang kehamilan ini tersebar dari mulut ke mulut. Berawal dari satu orang, sampai berita tentang kehamilan Batin Betina sang Penguasa Kampung, menggemparkan Keritang.
Rupanya pergunjingan dari mulut ke mulut itu sampai juga ke telinga Batin Betina. Berita itu membuat Batin Betina murka dan segera menitahkan kepada pengawal dan penasehatnya untuk mencari tahu, siapa si penyebar isu tersebut. Padahal aib yang dialaminya itu, sudah dengan sengaja ditutupinya agar tidak diketahui oleh warganya. Perbuatan tanpa didahului dengan perkawinan secara sah dengan salah seorang pembesar Melaka ---ada sebagian pendapat mengatakan, Batin Betina menjadi gundik atau isteri sampingan dari Raja Melaka yang berkuasa saat itu, tapi sebagian lagi ada yang mengatakan dengan salah serang pembesar Melaka saja--- sengaja ditutup rapat-rapat agar tak diketahui khalayak ramai.
Setelah diusut dengan rapi oleh penasehat dan pengawal Batin Betina, ditemukanlah tujuh orang wanita, 3 orang wanita sedang hamil dan 4 orang wanita muda. Ketujuh wanita itu ditangkap dan dititahkan oleh Batin Betina kepada penasehat dan pengawalnya untuk segera menitahkan agar warga Keritang segera menggali sebuah lubang besar yang dalam. Lubang inilah yang nantinya dipergunakan untuk menguburkan hidup-hidup tujuh orang wanita yang diduga telah menyebarkan aib tersebut.
Setelah lubang itu selesai digali, pengawal segera menggiring ketujuh wanita yang ditangkap tersebut ke dalam lubang. Masing-masing wanita dibekali sebilah pisau tembaga dan diperintahkan turun satu persatu. Setelah semua turun, tanpa belas kasih, Batin Betina memerintahkan segera menimbun kembali lubang yang sudah diisi tujuh wanita yang telah berani mempergunjingkan dirinya itu. Sementara, warga lainnya hanya bisa menatap dari kejauhan dan menyesalkan keteledoran ketujuh wanita malang itu ---karena mempergunjingkan penguasa mereka sendiri-tanpa bisa berbuat banyak.
Beberapa bulan sesudah penguburan hidup-hidup ketujuh wanita tersebut, Batin Betina pun melahirkan seorang anak laki-laki-kelak anak laki-lakinya inilah yang akan menggantikannya sebagai Batin Keritang-. Sebelumnya, semasa hamil, titah dari raja Melaka kepada Batin Betina atas kehamilannya tersebut, jika anak yang lahir dari Batin Betina, bayi laki-laki, maka bayi itu harus dibunuh. Sebaliknya, jika bayi yang lahir wanita, Raja meminta untuk dipelihara saja. Karena dikhawatirkan akan berpengaruh kepada kekuasaannya.
Berdasarkan kesepakatan pembesar Keritang, titah yang diberikan raja itu pun dilanggar. Bayi laki-laki itu tidak dibunuh, tapi tetap dipelihara. Sebagai gantinya, dikuburkan kambing di depan rumah Batin Betina, sebagai bukti kalau seandainya Raja datang melakukan inspeksi ke Keritang.
Tak lama, sesudah kelahiran bayi laki-laki Batin Betina, utusan raja dari Melaka pun datang untuk memeriksa apakah titahnya dijalankan oleh Batin Betina. Sesampainya di Keritang, didapati titah Raja Melaka tak dijalani. Titah untuk menguburkan bayi apabila yang lahir bayi laki-laki diganti dengan kambing. Tapi, karena kearifan dari utusan tersebut dan dianggap itu adalah atas keputusan bersama pembesar yang ada di Keritang. Utusan itu tidak bisa berbuat apa-apa.
Hingga besar anak Batin Betina tersebut, akhirnya atas kesepakatan para pembesar Keritang, diangkatlah anak laki-laki Batin Betina sebagai Batin (penguasa Kampung) Keritang. Ini dilakukan, Batin Betina tidak mungkin lagi menjadi penguasa kampung karena sudah tua.
Sejak diangkatnya anak laki-laki Batin Betina itu, tidak pernah lagi penguasa kampung seorang wanita. Padahal sebelumnya, setiap penguasa Keritang sebelumnya adalah wanita secara turun temurun. Tapi karena setelah lahir anak laki-lakinya itu, Batin Betina tidak pernah ingin kawin, sehingga tidak ada keturunannya wanita sebagai penggantinya. Berlakulah di Keritang itu, secara turun temurun, menjadi penguasa kampung atau batin, seorang laki-laki.
Pendam Tujuh, Cerita Rakyat Desa Keritang Hulu Kecamatan Kemuning. Cerita ini didapatkan penulis berdasarkan penelusuran di Desa Keritang Hulu Kecamatan Kemuning Kabupaten Indragiri Hilir. Sebuah mitos yang diyakini oleh penduduk asli Desa Keritang Hulu Kecamatan Kemuning pernah terjadi dan mencoba dihubung-hubungkan dengan sebuah kerajaan yang pernah mencapai kejayaannya di Semenanjung Melayu. Kisah dramatis tentang Kepala Kampung, Raja, Upeti, Hubungan Daerah yang di pertuan hingga Perselingkuhan yang harus memakan korban.
Inilah cerita selengkapnya:
Pada masa kekuasaan Melaka masih berjaya dan Keritang berada di bawah takluknya, secara berkala Keritang mengantarkan upeti ke kerajaan Melaka. Apalagi sebagaimana diketahui potensi hasil bumi yang dimiliki Keritang sangat membantu Melaka dalam meningkatkan intensitas perdagangannya. Jambi dan sekitarnya pada waktu itu penghasil lada terbesar di pantai Timur Sumatera, Keritang merupakan lumbung padi. Sedangkan Melaka baru muncul sebagai bandar perdagangan besar di Asia. Bandar yang dibangun itu menampung dan mengekspor kembali barang-barang dari Asia Tenggara dan Asia Timur ke Eropa melalui India dan Teluk Persia.
Pada saat Keritang masih berada di bawah kekuasaan Melaka inilah terjadi peristiwa tragis, terbunuhnya tujuh orang wanita yang dikubur hidup-hidup dan diberi bekal masing-masing hanya sebilah pisau tembaga. Penguburan hidup-hidup ini atas perintah penguasa Keritang ---penguasa kampung pada saat itu seorang wanita. Penguasa kampung ini lebih dikenal dengan nama Batin, nama penguasa kampung adalah Batin Betina--- sebagai hukuman atas perbuatan tujuh orang wanita yang menyebarkan aib kehamilannya kepada masyarakat banyak.
Ceritanya berawal dari sering bepergiannya Batin Betina ke Melaka untuk mengantarkan upeti kepada penguasa Melaka, sebagai bukti tunduk dan patuh di bawah takluk kerajaan Melaka. Karena seringnya bepergian ke Melaka, tak lama Batin Betina hamil. Padahal Batin Betina belum memiliki seorang suami.
Sebagai sesama wanita, beberapa warga kampung wanita tanda-tanda kehamilan mudah diketahui. Sehingga dengan mudahlah ditebak bahwa Batin Betina ada ”main’’ dengan seseorang yang membuatnya hamil. Informasi tentang kehamilan ini tersebar dari mulut ke mulut. Berawal dari satu orang, sampai berita tentang kehamilan Batin Betina sang Penguasa Kampung, menggemparkan Keritang.
Rupanya pergunjingan dari mulut ke mulut itu sampai juga ke telinga Batin Betina. Berita itu membuat Batin Betina murka dan segera menitahkan kepada pengawal dan penasehatnya untuk mencari tahu, siapa si penyebar isu tersebut. Padahal aib yang dialaminya itu, sudah dengan sengaja ditutupinya agar tidak diketahui oleh warganya. Perbuatan tanpa didahului dengan perkawinan secara sah dengan salah seorang pembesar Melaka ---ada sebagian pendapat mengatakan, Batin Betina menjadi gundik atau isteri sampingan dari Raja Melaka yang berkuasa saat itu, tapi sebagian lagi ada yang mengatakan dengan salah serang pembesar Melaka saja--- sengaja ditutup rapat-rapat agar tak diketahui khalayak ramai.
Setelah diusut dengan rapi oleh penasehat dan pengawal Batin Betina, ditemukanlah tujuh orang wanita, 3 orang wanita sedang hamil dan 4 orang wanita muda. Ketujuh wanita itu ditangkap dan dititahkan oleh Batin Betina kepada penasehat dan pengawalnya untuk segera menitahkan agar warga Keritang segera menggali sebuah lubang besar yang dalam. Lubang inilah yang nantinya dipergunakan untuk menguburkan hidup-hidup tujuh orang wanita yang diduga telah menyebarkan aib tersebut.
Setelah lubang itu selesai digali, pengawal segera menggiring ketujuh wanita yang ditangkap tersebut ke dalam lubang. Masing-masing wanita dibekali sebilah pisau tembaga dan diperintahkan turun satu persatu. Setelah semua turun, tanpa belas kasih, Batin Betina memerintahkan segera menimbun kembali lubang yang sudah diisi tujuh wanita yang telah berani mempergunjingkan dirinya itu. Sementara, warga lainnya hanya bisa menatap dari kejauhan dan menyesalkan keteledoran ketujuh wanita malang itu ---karena mempergunjingkan penguasa mereka sendiri-tanpa bisa berbuat banyak.
Beberapa bulan sesudah penguburan hidup-hidup ketujuh wanita tersebut, Batin Betina pun melahirkan seorang anak laki-laki-kelak anak laki-lakinya inilah yang akan menggantikannya sebagai Batin Keritang-. Sebelumnya, semasa hamil, titah dari raja Melaka kepada Batin Betina atas kehamilannya tersebut, jika anak yang lahir dari Batin Betina, bayi laki-laki, maka bayi itu harus dibunuh. Sebaliknya, jika bayi yang lahir wanita, Raja meminta untuk dipelihara saja. Karena dikhawatirkan akan berpengaruh kepada kekuasaannya.
Berdasarkan kesepakatan pembesar Keritang, titah yang diberikan raja itu pun dilanggar. Bayi laki-laki itu tidak dibunuh, tapi tetap dipelihara. Sebagai gantinya, dikuburkan kambing di depan rumah Batin Betina, sebagai bukti kalau seandainya Raja datang melakukan inspeksi ke Keritang.
Tak lama, sesudah kelahiran bayi laki-laki Batin Betina, utusan raja dari Melaka pun datang untuk memeriksa apakah titahnya dijalankan oleh Batin Betina. Sesampainya di Keritang, didapati titah Raja Melaka tak dijalani. Titah untuk menguburkan bayi apabila yang lahir bayi laki-laki diganti dengan kambing. Tapi, karena kearifan dari utusan tersebut dan dianggap itu adalah atas keputusan bersama pembesar yang ada di Keritang. Utusan itu tidak bisa berbuat apa-apa.
Hingga besar anak Batin Betina tersebut, akhirnya atas kesepakatan para pembesar Keritang, diangkatlah anak laki-laki Batin Betina sebagai Batin (penguasa Kampung) Keritang. Ini dilakukan, Batin Betina tidak mungkin lagi menjadi penguasa kampung karena sudah tua.
Sejak diangkatnya anak laki-laki Batin Betina itu, tidak pernah lagi penguasa kampung seorang wanita. Padahal sebelumnya, setiap penguasa Keritang sebelumnya adalah wanita secara turun temurun. Tapi karena setelah lahir anak laki-lakinya itu, Batin Betina tidak pernah ingin kawin, sehingga tidak ada keturunannya wanita sebagai penggantinya. Berlakulah di Keritang itu, secara turun temurun, menjadi penguasa kampung atau batin, seorang laki-laki.
Informasi PON Riau 2012, Wisata, Seni dan Budaya, Kuantan Singingi, Pekanbaru dan Riau umumnya melalui sudut pandang seorang Blogger yang berasal dari Sungai Kuantan
lah cocok jadi datuak
wah ceritanya sadist
kirim aja code html di halaman edit html nya,kalau udah jadi template gn mkn rada susah.nnt kamu tunjukin bagian mana yang udah edit sebelum dan sesudahnya
Sudah lama gak membaca cerita rakyat. Sewaktu SD, saya sangat sering membaca buku-buku cerita rakayat nusantara.
Teruskan bro, agar cerita rakyat di negeri kita ini tidak hilang/dilupakan.
Cerita rakyat memang menarik untuk dibaca, meskipun kebenarannya masih perlu diteliti.
Cerita adat begini sudah langka Datuak
tapi kalo di Bali kita masih sering dengernya
selalu ada nasihat di cerita rakyat... Makasih...
thanks Mas, jadi tahu neh cerita rakyat riau....
Cerita rakyat, selalu mantap. Mari lestarikan cerita rakyat kita.
dulu waktu saya SD saya seneng dengan pelajaran BHS.indonesia
banyak cerita rakyat yang di tulis di buku pelajaran bahasa indonesi a
karena banyak makna dan pelajaran yang kita dapet dari cerita² tersebut :)
Semoga dengan adanya Blog ini ceritanya akan tetap lestari.
cerita yg menarik. tapi kejam banget ya si betina itu.